Diskusinya dikemas dalam bentuk Malam Apresiasi dan Refleksi HAM yang diselenggarakan oleh Rumah Baku Peduli Labuan Bajo. Selain John Jonga, Pr, dua aktivis HAM Papua lainnya, Mama Yuslan Bebo, Anggota Majelis Rakyat Papua Barat dan Mama Erna Mahuse, Aktivis Perempuan Papua. Ketiga aktivis HAM ini menceritrakan kegetirannya memperjuangkan hak-hak asasi masyarakat asli Papua.
Dalam Diskusi yang di pandu oleh aktivis HAM, Sipri Padju Dale, John Jonga dihadapan siswa calon pastor ini mengatakan selama memperjuangkan hak-hak asasi masyarakat Papua seringkali mengalami pengalaman yang mengancam hidupnya, baik itu hidup sebagai Pastor, sebagai guru agama, sebagai aktifis dan pejuang HAM.
Oleh karena itu, dirinya berkomitmen menerimanya dengan kesadaran yang penuh bahwa hidup ini perlu berjuang untuk menyelamatkan yang lain. Dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat asli Papua, dirinya setiap hari selalu menderita bersama masyarakat Papua, berdialog, tidur bersama dan makan bersama masyarakat Papua. Itulah yang dibuatnya selama memperjuagkan HAM di Papua.
John Jonga menjelaskan, yang mendorong dirinya untuk memperjuangkan Hak masayarakat asli Papua adalah karena yesus kristus, karena iman dan karena kepercayaan maka saya juga ikut berpihak pada masyarakat Papua untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak-haknya.
"Saya mengambil komitmen itu karena komitmen Yesus itu sendiri. Oleh karena itu saya mesti ceritrakan semua ini kepada siswa Seminari karena mungkin dari ratusan anak-anak Seminari nantinya ada yang dipanggil ke Papua untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua," katanya.
Menurut P. John Jonga, Pr selama memperjuangkan hak-hak masyarakat asli Papua, yang paling dominan dia tangani adalah masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan perlakukan diskriminatif terhadap kaum perempuan.
Di Papua perempuan selalu diidentik dengan dapur, rawan selingkuh, emosional dan di anggap kurang mampu.
"Stigma-stigma yang dibangun dan dikonstruksikan tersebut akhirnya berdampak pada ketidakadilan yang dirasakan oleh perempuan Papua pada semua sektor kehidupan, kekerasan, eksploitasi, marjinalisasi dan pelabelan negatif terhadap perempuan. Sayangnya, di Papua perempuan menganggap tindak kekerasan dan perlakuan diskriminatif yang mereka alami sebagai sesuatu yang kodrati," jelasnya.
Terhadap persoalan KDRT di Papua tersebut, P.John Jonga, Pr merasa miris. Dalam pertemuan dengan berbagai kalangan di Kota Asmat Papua,dirinya menyampaikan gagasan untuk mendirikan semacam forum perempuan di Asmat Papua.
Forum tersebut akan melakukan advokasi atau pendampingan terhadap kepentingan perempuan sekaligus sebagai wadah pengembangan diri perempuan setempat. Setelah didirikan forum tersebut, banyak kaum perempuan di Asmat Papua ingin bergabung.
“Dalam forum tersebut perempuan Asmat Papua sepakat menamakan forum itu yakni "Akat Cepes",yang artinya perempuan cantik dan cerdas," jelasnya.
Akibat gigihnya memperjuangkan hak-hak masyarakat asli Papua, seringkali dirinya menjadi incaran para Militer di Papua. Dirinya mengisahkan, suatu kali perna ada Kopasus yang mengancam dirinya, akan mengubur dirinya hidup-hidup didalam tanah 700 meter. Atas ancaman tersebut dirinya tidak gentar untuk terus melawan.
Menurutnya, mana mungkin kopasus tersebut akan mengubur dirinya sedalam itu. Hal tersebutlah yang menyemangatkan dirinya untuk terus memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua.
Selama berjuang didaerah perbatasan Papua dan Papua New gueni, pihak militer di daerah perbatasan seringkali mencap dirinya sebagai Pastor Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Atas cap yang diberikan tersebut oleh pihak militer di perbatasan dirinya hanya mengatakan, kenapa memang kalau saya disebut pastor OPM, OPM jugakan umat katolik jadi saya harus memberikan pelayanan kepada mereka serta hak orang Papua juga untuk memerdekakan diri," katanya
Dihadapan para siswa seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo, P. John Jonga,Pr menyarankan para calon-calon pastor tersebut agar kalau menjadi pastor kelaknya jangan hanya mengkotba setiap hari minggu.
Setiap hari harus tinggal bersama-sama umat, merasakan susahnya persoalan-persoalan yang dirasakan oleh umat, bersama umat memperjuangkan hak-hak-haknya jika ada hak-hak mereka tidak dipenuhi," kata P. John Jonga,Pr yang disambut tepuk tangan meriah dari para siswa Seminari.
Aktivis HAM Papua asal Papua, Mama Yuslan Bebo dan Mama Erna Mahuse dihadapan siswa Seminari Yohanes Paulus II mengapresiasi sikap P. John Jonga,Pr dari tanah NTT yang telah memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua.
Menurut keduanya P. John Jonga,Pr telah berbuat banyak untuk masyarakat Papua. Mudah-mudahan ada putra atau Putri NTT lainnya mengikuti jejak P.John Jonga,Pr untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat asli Papua.
[R-14/L-8]
Sumber:http://sp.beritasatu.com/nasional/peraih-yap-thiam-hien-2009-cerita-kisah-perjuangan-ham-di-papua/95640
Published by : Unknown | Mari Berbagi
Terimah Kasih telah membaca artikel :Peraih Yap Thiam Hien 2009 Cerita Kisah Perjuangan HAM di Papua. Yang ditulis oleh Unknown .Pada hariSelasa, 08 September 2015. Jika anda ingin sebarluaskan artikel ini, mohon sertakan sumber link asli. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar. Trimakasih